LAPORAN HASIL AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF
Heni Sarastri – CGP Angkatan 4
SMA Negeri 2 Wonogiri Kabupaten Wonogiri
A. LATAR BELAKANG
Ki Hajar Dewantara (KHD) mengingatkan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.Oleh sebab itu, pendidik hanya dapat “menuntun” tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya)hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.
Dalam proses menuntun tersebut, anak diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi bakat dan minatnya sebagai individu yang unik, akan tetapi guru sebagai pamong harus memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya . Guru sebagai pamong dapat memberikan tuntunan agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Karena itu, sangat penting bagi guru untuk dapat mengembangkan budaya positif di sekolah agar dapat menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri murid-muridnya untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur.
Tujuan membangun budaya positif di sekolah adalah menumbuhkan karakter anak. Adapun karakter yang diharapkan menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan nasional kita adalah seperti yang tercantum dalam profil pelajar pancasila yakni: Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri. Budaya positif di sekolah akan dapat menumbuhkan karakter positif yang bukan hanya mendorong murid untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga untuk menanam moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di dalam masyarakat.
Di SMA Negeri 2 Wonogiri mempunyai program sekolah yang bertujuan untuk menumbuhkan karakter murid. Salah satu budaya positif yang telah diterapkan yaitu budaya 5S yaitu senyum,sapa,salam,sopan dan santun. Selain itu juga program literasi dengan tujuan untuk menumbuhkan karakter kritis dan gemar membaca pada murid. Sebagai pendidik berupaya mengembangkan budaya positif 5S dimulai dari kelas terlebih dahulu. Di SMA Negeri 2 Wonogiri dalam pembentukan karakter dapat mengembangkan karakter tanggung jawab siswa melalui penerapan budaya positif yang dimulai dari kelas-kelas dengan cara membuat kesepakatan kelas atau keyakinan kelas, memperbaiki posisi kontrol guru yang sesuai dengan kebutuhan siswa, dan penerapan disiplin positif di kelas.
Budaya positif dikelas bertujuan untuk mewujudkan aktivitas belajar yang menyenangkan dan bermakna, dan dapat mendorong prestasi belajar dan kompetensi murid menjadi lebih baik.Budaya positif ini dapat terwujud dari kesepakatan antara guru dengan murid dan bisa juga dengan warga sekolah lainnya Kita sebagai pendidik harus memiliki nilai guru yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak kepada murid semua aspek tersebut harus dimiliki oleh seorang guru. Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer.
Oleh karena itu diperlukan posisi kontrol guru sebagai manager dalam menerapkan budaya positif disekolah. Untuk menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah adalah dengan membangun komunikasi yang baik dibarengi keteladanan bagi orang yang diajak untuk melakukan hal yang serupa dengan kita atau paling tidak memberikan dukungan.
B. PENERAPAN BUDAYA POSITIF
Adapun penerapan budaya positif yang telah dilaksanakan di kelas yaitu :
- Mengembangkan budaya 3S menjadi 5S di Kelas
Di SMA Negeri 2 Wonogiri sebenarnya sudah lama menerapkan budaya positif seperti 3S yaitu Senyum, Salam, Sapa. Seiringnya berjalannya waktu tulisan 3S yang ditempel di tembok Gedung sekolah ini mulai hilang. Jadi saya berusaha dimulai dari pembelajaran di kelas kembali memberikan pemahaman pada murid tentang budaya 3S ini untuk dikembangkan menjadi 5S yaitu Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun.
2. Membuat Kesepakatan kelas
Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru.
Pada minggu pertama Semester Genap, melalui WAG dengan menanyakan kendala siswa selama PJJ yang dilaksanakan pada Semester Gasal, Harapan siswa pada pelaksanaan PJJ Semester Genap dan membuat kesepakatan kelas melalui google form dan percakapan di WAG kelas. Guru menanyakan seperti apakah kelas impian yang mereka inginkan? Kesepakatan yang disusun perlu mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan, dapat diperbaiki dan dikembangkan secara berkala. Dalam pembuatan keyakinan kelas perlu adanya partisipasi penuh dari siswa dan pendapat siswa sehingga keyakinan kelas yang telah dibentuk dapat diterapkan oleh siswa. Tidak ada hukuman ataupun reward ketika mereka melanggar ataupun melaksanakan karena pada dasarnya keyakinan kelas ini terbentuk atas kesadaran siswa dan tidak ada unsur paksaan dari guru. Guru juga menguatkan bahwa kesepakatan kelas ini adalah komitmen antara siswa dan guru, sehingga siapapun yang melanggar maka hakikatnya adalah melanggar komitmennya sendiri.
3. Mengembangkan budaya positif melalui pembiasaan literasi
Budaya positif sekolah ini berisi kebiasaan yang disepakati bersama untuk dijalankan dalam waktu yang lama. Jika kebiasaan positif ini sudah membudaya, maka nilai-nilai karakter yang diharapkan akan terbentuk pada diri murid. Sebagai pendidik saya memberikan motivasi murid untuk dapat mewujudkan Gerakan Literasi sekolah (GLS) bertujuan agar siswa memiliki minat baca sehingga keterampilan membaca akan meningkat dengan cara mengajak murid untuk membuat pojok baca di kelas XI Bahasa. Hal ini dilakukan dengan bekerjasama dengan Kepala Perpustakaan dan pustakawan di sekolah.
4. Melaksanakan posisi kontrol guru dan segitiga restitusi
Hubungan guru dan murid adalah faktor penting dalam membangun budaya sekolah, karena berpengaruh pada kualitas pendidikan di Sekolah. Penting bagi guru untuk memahami bagaimana harus menempatkan posisi kontrol saat berhadapan dengan murid. Dalam komponen kelas, posisi guru dapat dikatakan sebagai penggerak utama. Posisi kontrol guru dalam proses belajar mengajar yang baik adalah sebagai guru manager.Setelah kesepakatan kelas dibuat guru melakukan komunikasi pada siswa dan yang masih tidak mengikuti PJJ dan tidak mengumpulkan tugas selama mereka Belajar Dari Rumah. Hal ini dapat dilakukan praktik segitiga restitusi pada murid yang melanggar kesepakatan atau keyakinan kelas. Di samping itu sebagai pendidik diharapkan mengetahui kebutuhan dasar murid. Restitusi sebuah cara menanamkan disiplin positif pada murid. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004) Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.
Ada 5 Kebutuhan dasar manusia karena seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Guru memanggil siswa untuk menanyakan alasan mengapa siswa tersebut masih melanggar kesepakatan kelas yang sudah dibuat berdasarkan keinginanya sendiri. Guru juga akan bertanya tentang harapan murid dalam PTMT, dan bersama siswa membuat kesepakatan untuk langkah perbaikan. Tujuannya adalah agar murid merasa didengarkan dan tumbuh disiplin dari dalam diri. Posisi kontrol guru yang demikian akan menumbuhkan motivasi intinsik dalam merubah perilaku untuk memperbaiki dirinya. Posisi kontrol seperti inilah yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Guru dapat mempraktikkan segitiga restitusi agar permasalahan murid dapat teratasi dengan baik.
C. HASIL AKSI NYATA
Keberhasilan dalam penerapan budaya positif adalah sebagai berikut :
- Rasa tanggung siswa dalam melaksanakan tugas sebagai salah satu kesepakatan kelas menjadi meningkat
- Dapat melaksanakan pembiasaan literasi dengan baik karena didukung adanya pojok baca di kelas yang mereka desain sendiri
- Keaktifan dalam belajar meningkat secara daring maupun Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
Hasil aksi nyata menunjukkan adanya peningkatan terhadap kepatuhan siswa dalam melaksanakan aturan yang dibuatnya sendiri dalam kesepakatan kelas. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran jarak jauh melalui Classroom, WhatsApp Grup Kelas, dan juga PTMT (Pembelajaran Tatap Muka Terbatas). Partisipasi tersebut juga terlihat dalam pengumpulan tugas di kelas XI Bahasa yaitu 80% siswa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah termotivasi secara intrinsik untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya. Penugasan mandiri melalui PJJ dapat dikerjakan dengan baik.
Literasi dapat dilakukan sebelum PTMT dilaksanakan pada pagi hari 15 menit sebelum pembelajaran dimulai.
D. PEMBELAJARAN DAN PENGALAMAN DARI AKSI NYATA
Pengalaman yang saya diperoleh sebagai calon guru penggerak dalam aksi nayata modul 1.4 adalah :
- Dapat melaksanakan segitiga restitusi terkait pada pelanggaran disiplin positif yang dilakukan murid.
- Penerapan budaya positif di kelas yaitu peningkatan dalam melaksanakan literasi dengan membaca buku yang tersedia pada pojok baca kelas XI BB. Literasi ini dilakukan ketika PTMT dengan memanfaatkan buku perpustakaan
- Membuat kesepakatan kelas menuju pada keyakinan kelas XI BB dan disiplin positif terbukti dapat menimbulkan motivasi intrinsik murid untuk aktif terlibat dalam pembelajaran, mengumpulkan tugas dan melaksanakan kesepakatan kelas sehingga dapat mengembangkan karakter tanggung jawab dalam diri murid.
- Melaksanakan desiminasi Pendidikan Guru Penggerak yaitu Sosialisasi pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Budaya Positif yang didukung oleh Bapak Kepala Sekolah , Wakil Kepala Sekolah, Bapak ibu guru, dan karyawan SMA Negeri 2 Wonogiri.
Pelaksanaan aksi nyata ini juga masih menemui kendala, yaitu:
- Sebagian murid masih enggan mengerjakan tugas dengan berbagai alasan, dan bahkan karena lupa mengerjakan tugas PJJ atau PTMT
- Murid kurang aktif dalam pembelajaran jadi guru harus berusaha melakukan komunikasi secara langsung PTMT maupun melalui WAG dan menggunakan metode pembelajaran yang menyenangkan agar murid lebih bersemangat belajar meskipun masih dalam keadaan pandemi covid-19.
- Untuk penugasan kelompok pun masih mengalami kendala karena kurangnya tanggung jawab bersama dalam mengerjakan tugas karena masih tergantung pada salah satu temannya.Sehingga beberapa murid ini pun cenderung masih bersikap kurang bertanggung jawab dengan tidak berpartisi pasi pada saat PJJ dan pengumpulan tugas.
E. RENCANA PERBAIKAN UNTUK MASA MENDATANG
Upaya pengembangan budaya positif ini bisa dimulai dari kelas-kelas kemudian diterapkan secara menyeluruh di sekolah. Penerapan budaya positif akan menjadi perubahan baru yang menggerakkan seluruh komponen sekolah untuk memberikan pelayanan terbaik terhadap siswa sehingga bisa mencapai sekolah yang dapat mewujudkan profil pelajar Pancasila.Untuk mengembangkan budaya positif perlu komunikasi dan kerjasama dengan berbagai pihak mulai dari seluruh komponen sekolah, orang tua, dan berbagai pemangku kepentingan yang lainnya. Dalam pengembangan budaya positif di sekolah SMA Negeri 2 Wonogiri telah saya sampaikan kepada Bapak ibu guru di sekolah pada desiminasi sosialisasi dan aksi nyata budaya positif salah satunya yaitu membuat keyakinan kelas agar dapat diterapkan di setiap kelas perwaliannya.
F. DOKUMENTASI AKSI NYATA BUDAYA POSITIF
Demonstrasi Kontekstual dalam melaksanakan Segitiga Restitusi
Kesepakatan kelas XI BB yang dibuat pada awal pembelajaran semester genap 2021/2022
Peningkatan Literasi Digital dan Literasi membaca buku dari perpustakaan sekolah yang tersedia di pojok baca kelas XI BB
Keaktifan murid dalam mengerjakan soal sebagai penugasan mandiri ketika PJJ dan mengerjakan tugas kelompok pada PTMT .
Melaksanakan Desiminasi Pendidikan Guru Penggerak yaitu Sosialisasi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Budaya Positif modul 1.1 sampai dengan modul 1.4