AKSI NYATA MODUL 1.4
BUDAYA POSITIF
Oleh Anggrit Yusnanto
SMA Negeri 2 Wonogiri
CGP Angkatan 4 Kabupaten Wonogiri
- Latar Belakang
Budaya positif sekolah merupakan nilai dan keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama yang tercermin dalam sikap keseharian di kelas maupun sekolah. Dengan budaya positif mendukung terciptanya kenyamanan dalam proses pembelajaran yang berpihak pada murid sehingga dapat mewujudkan profil pelajar Pancasila. Untuk membangun budaya positif yang berpihak pada murid adalah mengembangkan visi sekolah dan melihat hal hal positif yang sudah dicapai sekolah. Hal ini memberikan landasan untuk membangun visi sekolah bersama. Dalam membangun budaya positif membutuhkan dukungan serta kerjasama dari semua pihak. Konsisten serta berkelanjutan dalam membangun budaya positif baik di kelas maupun sekolah. Proses menciptakan budaya positif adalah nilai positif dalam budaya lokal.
Menciptakan lingkungan atau suasana yang positif di sekolah tidak lepas dari kenyamanan, keamanan, dan ketenangan baik dalam mengajar sebagai pendidik, proses belajar sebagai siswa, dan tugas sebagai karyawan atau tata usaha. Semangat dan kebahagiaan dalam tugas maupun belajar bagi siswa akan muncul dengan sedirinya jika suasana positif hadir di lingkungan sekolah, apalagi jika lingkungan positif di sekolah dapat dituangkan dalam sebuah visi sekolah maupun visi diri sebagai pendidik.
Beberapa hal yang dilaksanakan dalam menciptakan suasana positif di lingkungan sekolah antara lain memperbaiki komunikasi dan kolaborasi dengan atasan, rekan kerja, dan siswa di dalam setiap kegiatan sekolah. Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, diskusi, tanya jawab, dan memberi kesempatan siswa untuk praktik dan membiasakan dan melatih keberanian siswa dengan memberi reward. Sapa salam senyum sopan merupakan kebiasaan yang harus selalu dilatih.
Sesuatu yang baik pasti akan menghasilkan pengaruh yang positif, coba kita gambarkan sebagai pendidik anak didik kita belajar sesuai dengan potensinya, belajar karena tuntutan yang baik bukan tuntutan, kesadaran dan tanggungjawab akan muncul dengan sendirinya dimana anak didik sudah merasa nyaman dan senang dengan proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Pendidik harus bisa menjadi aktor yang hebat, dimana saat tertentu harus bisa menjadi orang tua mereka, dan kadang harus menyesuaikan untuk menjadi teman mereka.
2. Deskripsi
Disiplin positif yaitu menanamkan dalam diri kita untuk mempercayai nilai nilai yang diyakini tanpa terpengaruh hukuman atau paksaaan dari pihak mana pun, sehingga dapat berpengaruh untuk jangka panjang karena disiplin positif itu muncul dari dalam diri sendiri.
Posisi kontrol ada 5 yaitu penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, pemantau/ monitor dan manager. Manajer merupakan posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri, mempersilahkan murid mempertanggungjawabkan perbuatannya, murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya.
5 Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan bertahan hidup, kebutuhan cinta dan kasih sayang, kebutuhan penguasaan, kebutuhan kebebasan dan kebutuhan kesenangan.
Dengan membaca, mempelajari dan mengidentifikasi kebutuhan dasar manusia maka perilaku positif dapat dimulai dengan kegiatan maupun solusi untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang positif juga.
Kesepakatan kelas menuju keyakinan kelas yang telah disepakati bersama membuat murid lebih semangat dan tergerak untuk melaksanakan keyakinan yang telah disepakati, diluar peraturan sekolah yang sudah ditetapkan. Kelebihan keyakinan kelas daripada peraturan yang telah ada antara lain keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif, semua warga kelas hendaknya ikut berkotribusi dalam membuat keyakinan kelas berupa pendapat, ide dan saran. Keyakinan kelas hendaknya mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas danbersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Melalui Restitusi ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Tujuan restitusi adalah disiplin positif, yang disiplin ini. Penekanannya bukan pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.
3. Ide/ gagasan yang muncul
Proses pembelajaran selama pandemi covid 19 secara tidak langsung membawa pengaruh lebih besar untuk membangun dan menumbuhkan budaya positif di sekolah yang mungkin anak didik sudah terlena karena kenyamanan yang ditimbulkan dalam suatu proses pembelajaran jarak jauh. Kolaborasi antar guru, komunikasi yang baik dengan komunitas yang lebih luas serta penekanan empati dapat berdampak positif terhadap hasil belajar murid. Budaya positif yang diharapkan tumbuh dari dalam diri murid tanpa paksaan dari luar. Budaya positif sekolah yang sudah berjalan dapat dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Untuk membangun budaya positif membutuhkan dukungan serta kerjasama dari semua pihak. Konsisten serta berkelanjutan dalam membangun budaya positif baik di kelas maupun sekolah.
Terkait hal diatas gagasan positif yang muncul terkait pelaksanaan disiplin positif di sekolah adalah Segitiga restitusi , solusi permasalahan penilaian dimana ada beberapa siswa yang terlambat mengikuti pembalajaran tatap muka terbatas dikarenakan kesalahan dalam mengatur waktu / disiplin waktu. Berikutnya adalah Kesepakatan kelas untuk membentuk sebuah Keyakinan kelas, memberikan motivasi di awal pembelajaran bahwa bahwa disiplin positif yang melibatkan siswa secara langsung dalam merumuskan dapat meningkatkan kesadaran siswa dan siswa akan saling mengingatkan satu sama lain jika ada teman yang melanggar kesepakatan kelas tersebut, sehingga dalam berjalanya waktu, bertahap, dan berkesinambungan akan menjadi sebuah keyakinan kelas, dimana didalamnya menjadi kesepakatan yang melibatkan guru dan dibuat oleh siswa dan untuk siswa.
4. Pembelajaran dan pengalaman dalam bentuk aksi nyata
Aksi nyata pertama adalah Demonstrasi Konstektual dalam bentuk Budaya Positif pelaksanaan Segitiga Restitusi terkait pelanggaran disiplin positif yang dilakukan oleh siswa
Sosialisasi CGP modul 1.1 s.d. 1.4 dimana sasaran diseminasi adalah 8 perwakilan rekan guru yang diawali sambutan oleh Bapak Kepala SMA Negeri 2 Wonogiri Sumanto, S.Pd., M.Pd. dan pembukaan sosialisasi oleh Bapak Wardoyo, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, selanjutnya penyampaian materi dan yang terakhir tanggapan positif dari peserta.Aksi nyata yang terakhir adalah Kesepakatan dan keyakinan kelas bersama anak didik tingkat X MIPA/IPS/Bahasa, sebagai contoh adalah kelas X MIPA 7 kelas B dalam Pembelajaran Tatap Muka Terbatas 50%.
5. ‘Foto Bercerita’ dari pelaksanaan aksi nyata
Demonstrasi Konstektual dalam bentuk Budaya Positif pelaksanaan Segitiga Restitusi
Sosialisasi CGP modul 1.1 s.d. 1.4
Kesepakatan dan keyakinan kelas X MIPA 7 kelas B dalam Pembelajaran Tatap Muka Terbatas 50%.
6. Refleksi
Refleksi yang dilakukan terkait budaya positif adalah Pembelajaran yang efektif belum dilaksanakan dikarenakan sekarang ini adalah masih dengan jadwal PTMT sehingga dalam membuat keyakinan kelas hanya 50 persen murid yang hadir setiap sesinya. Meskipun begitu, setelah pembelajaran efektif akan dimulai maka akan nampak keberhasilan dari kesepakatan kelas yang menerapkan budaya positif.
Setelah melaksanakan kegiatan, refleksi ini saat penting untuk memperbaiki kegiatan selanjutnya. Kita harus melihat suatu kekuatan aset, kelebihan aset yang sudah ada dan terlaksana dari suatu sekolah. Komunikasi yang baik menjadi salah satu faktor untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, merdeka belajar. Guru sebagai ‘pamong’ yang menuntun dan memberi arahan murid untuk menemukan kemerdekaan belajar.